BELAWAN | GLOOBAL BERITA - DPC HNSI Kota Medan diketuai Zulfachri
Siagian didampingi wakilnya Alfian MY menilai, penyebab timbulnya
gejolak pada masyarakat nelayan asal Langkat hingga terjadi tindakan
anarkis sebagai pemicunya gara-gara hasil kesepakatan tentang penggunaan
alat penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negera Republik
Indonesia (WPP NRI 571) pada (18/2/2013) lalu di hotel Asean Medan,
Dirjen PSDKP mengundang instansi Pemerintah, Dinas Perikanan dan elemen
masyarakat nelayan khusus di Tanjung Balai dan HNSI Kota Medan,
sementara masyarakat nelayan Batubara, Langkat, dan Deli Serdang tak
diundang.
Dalam rapat tersebut disampaikan tentang Permen No Permen 02 thn 2011 yg
dirubahmenjadi permen 08 2011yang dirubah permen 05 thn 2012, didalam
rapat tersebut dibuat kesepakatan yang ditanda tangani seluruh peserta
yang berhadir kecuali HNSI Kota Medan karena pihak moderator rapat
terkesan tak memberikan kesempatan serta menghargai pendapat HNSI Medan
padahal HNSI Medan diundang untuk berhadir.
Diterangkan, Alat Penangkap Ikan (API) pukat tarik dua dilarang di WPP
NRI 571, alasan HNSI Medan tak tanda tangani, karena masih banyak alat
tangkap yang ada di daerah Sumut yang belum masuk kedalam Permen 02 thn
2011 melainkan hanya 10 jenis alat tangkap saja, diantaranya yang belum
masuk adalah jenis pukat apung, jaring kepiting, jaring terisi, dan
ambai.
Dan masih ada alat tangkap yang belum diuji tingkat kelayakan tapi
dilarang, contohnya pukat yang ditarik 2 kapal. sementara dalam pasal 24
ayat 3 Permen 02 tahun 2011 pukat dasar tarik 2 sepakat untuk dilarang
karena menggunakan alat pemberat yang merusak ekosistem laut.
Sedangkan dalam pasal 24 ayat Permen yang sama, pukat hela (tarik)
pertengahan 2 kapal dilarang beroperasi di seluruh WPP NRI 571, kami
belum sependapat untuk itu
perlu pengkajian oleh instansi resmi
Pemerintah apakah alat tangkap tersebut merusak lingkungan atau sumber daya kelautan lainnya.
Dalam rapat tersebut kata Zulfachri, HNSI Medan menyayangkan sikap
moderator Ir S.Alina Tampubolon MP ST sebagai direktur pengawasan sumber
daya ikan yang tidak menerima masukan dari peserta rapat
terkait penyelesaian masalah nelayan yang ada di daerah Sumut, beliau
langsung menutup rapat tersebut yang menurut kami dijadikan tameng agar
pembuat kebijakan ini tak dihujat oleh masyarakat.
Efeknya, tanggal 20 januari 2013 masyarakat nelayan Langkat yang telah
menerima hasil kesepakatan tersebut lusanya melakukan aksi anarkisme
hingga timbulnya korban jiwa, dan mengakibatkan masyarakat nelayan
berurusan dengan polisi hingga kini masih ada belasan nelayan Langkat
yang ditahan.
Selanjutnya pada 25 Januari 2013, ketua DPD HNSI Sumut H.Syah Affandi SH
didampingi sekretaris
Ilya ulumuddin dan ketua HNSI kota Medan Zulfahri Siagian serta Mazlan
selaku ketua DPC HNSI Langkat diterima Kapoldasu Irjen Pol Wisnu Amat
Satro guna mendiskusikan persoalan nelayan yang ada di Sumut.
Dalam pertemuan tersebut, Kapolda Sumut sudah cukup arif untuk
membebaskan para nelayan yang tidak tersangkut dengan tindakan
pelemparan kantor polisi dan menikam anggota Brimob.
Dalam diskusi tersebut kita sampaikan dan meminta pada Kapolda utk
memeriksa pejabat pemerintah yang terkait dengan permen 02 thn 2011
karena bisa menimbulkan gejolak sosial di masyarakat nelayan khususnya
sumut.Kapolda pun berjanji akan mempelajarinya, jelas Zulfahri.
(Abu/Salim/Blw)